Selamat Datang Di Blog Resmi Official Pondok Tinggi Kritik dan Saran Silahkan Ke:pondoktinggi290@gmail.com

Jumat, 05 April 2013

Babi Singa

Babi Singa di Kaki Gunung Kerinci

Sore itu, suasa di sebuah desa di kaki gunung Kerinci tidaklah begitu ’ramah’. Hujan terus mengguyur lahan kelapa sawit yang hijau sejauh mata memandang. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh para pemburu setempat dan tamunya dari Jakarta untuk bercengkrama. Cerita apa saja yang bisa menghibur suasana.
Ya, sore itu para pemburu sudah siap untuk menuju lokasi perburuan. Kali ini binatang buruan yang diincar adalah babi hutan yang memiliki berengos. Orang menyebutnya itu babi Nangoy. Padahal, dalam khasanah perburuan, babi berberengos mirip babi singa hanya ada di hutan Kalimantan. Ternyata, di hutan sekitar kaki Gunung Kerinci, Sumatera, juga ada. Dan inilah yang membuat para pemburu dari Jakarta menjadi penasaran.

Jarum jam terus bergerak, sementara hujan masih terus mengguyur. Para pemburu pun terus ngobrol ”ngalor ngidul”, ditemani secangkir kopi dan hidangan camilan khas desa.
Base Camp yang dipilih  kali ini adalah rumah Pak Tugiono, transmigran asal Jawa Timur yang bermukim sejak tahun 1983 bersama transmigran lainnya yang kebanyakan berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat, para korban meletusnya gunung Galunggung. 
Tempat tersebut dikenal sebagai Desa Mekar Jaya, Kecamatan Muko-Muko Selatan,  Ipuh, Bengkulu Utara. Sekitar 4 jam perjalanan dengan mobil dari kota Bengkulu.
Sekitar jam 8 malam, hujan mulai reda. Wajah para pemburu pun terlihat cerah, menandakan perburuan akan segera dimulai. Para pemburu segera menyiapkan senjata, peluru, serta perlengkapan lainnya. Tak lupa jas hujan, karena kemungkinan besar akan turun hujan di perjalanan.
Rombongan pemburu dibagi tiga. Rombongan pertama  dipimpin oleh hunter Budi Hasin yang juga sebagai Ketua Puma Group dari Perbakin Jaya. Ia ditemani hunter Bambang, Aryo, dan Gunadi. Mereka menaiki mobil berburu Toyota Hilux 4X4 yang sudah siap dengan ranggonnya.
Rombongan kedua, menggunakan Chevrolet 4x4 yang sudah teruji kecanggihannya di medan perbururan yang berat. Rombongan kedua ini dipimpin Kendrariadi, senior hunter dari Puma Group. Ia ditemani hunter Jim Himawan.
Rombongan ketiga, Daihatsu Rocky membawa pemburu tuan rumah, yakni hunter Prayit, Haryo, Srie, dan Ginawan. Seperti biasa, semua rombongan ditemani oleh para kru berburu yang selama ini setia mendampingi.
Sebelum berpencar, para pemburu melakukan briefing untuk ditentukan arah sasaran masing-masing mobil dan waktu titik pertemuan di pagi hari. Setiap mobil dilengkapi radio komunikasi, sehingga para pemburu dapat berkomunikasi, tukar informasi terutama jika mendapat kesulitan.
Petualangan perburuan dimulai, begitu briefing usai. Jalan licin setelah diguyur hujan cukup lama membuat kondisi mobil dan peran pengendara menjadi demikian penting dalam menuju sasaran perburuan. Sasaran yang dituju para pemburu adalah hutan di kaki Gunung Kerinci. Menurut penuturan warga sekitar, gunung ini terkenal angker dan lebat.
Menjelang pagi hari, kira-kira jam 2 pagi, dari komunikasi dengan radio  masing masing mobil telah mengumpulkan sekitar enam babi hutan. Bahkan mobil rombongan senior hunter Kendrariadi sudah tidak dapat mengangkut bintang buruan lagi, karena beban berat dari seekor babi Nangoy yang diperkirakan hampir mencapai 200 kg.
”Sebenarnya mobil saya sudah penuh, namun babi Nangoy besar itu berada ditengah jalan mobil, saya tembak dan kena!,”  ujar hunter yang berpostur tinggi besar itu.
Babi Nangoy Kanibal
Babi Nangoy tergolong jenis babi yang buas. Untuk yang sudah tua, berat babi Nangoy biasanya lebih dari 100 kg. Menurut penduduk sekitar hutan, jenis babi ini banyak bersarang di sekitar puncak Gunung Kerinci. Mereka hanya turun dari gunung mulai bulan Agustus dan lembali naik di bulan Desember.
Kebiasaan ini diduga karena pada bulan-bulan tersebut, di atas gunung mereka kekurangan makanan karena musim kemarau. Mereka turun gunung untuk cari makan dan ‘bersosialisi’ dengan babi hutan jenis lainnya.
Kebuasan jenis babi ini menjadi bahan pembicaraan para pemburu dan penduduk di sekitar kaki Gunung Kerinci. Babi hutan jenis ini memakan ternak penduduk, seperti ayam, kambing, dan bahkan sesama babi hutan.
Kanibalnya babi Nangoy ini dibuktikan sendiri oleh hunter Budi. Saat meninggalkan babi hutan hasil buruannya untuk dijemput pada waktu perjalanan pulang, ia mendapatkan babi hutan tersebut hanya tinggal separuh. Pemandu perburuan menyakini bahwa babi tersebut dimakan babi Nangoy.
Melihat posturnya, babi Nangoy ini serupa dengan babi Singa yang ada di Kalimantan. Dinakaman babi singa karena binatang itu memiliki berengos panjang di bagian kepalanya, sehingga menyerupai singa.
Menurut senior hunter Kendrariadi, babi hutan jenis ini, saat terkena lampu blour pada malam hari, mudah dibedakan dengan babi hutan lainnya. “Selain badannya yang relatif lebih besar juga berwarna lebih putih. Karena bobot badannya itu, maka jalannya pun lebih lambat dibadningkan babi hutan lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, hal inipun bisa menjadi pembuktian bahwa zaman dahulu kala kemungkinan secara geografis Pulau Sumatera satu daratan dengan Pulau Kalimantan.
Dengan wajah tersenyum kepuasan, walaupun kelelahan semalaman di atas mobil, para pemburu kembali ke rumah Pak Tugiono untuk mandi, makan pagi, dan istirahat sembari menunggu waktu perburuan berikutnya. (PUTRA IRWANDA/Dikisahkan oleh Senior Hunter Kendrariadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar